kode kode panjang URL GAMBAR

Demi Nama Baik SMPN I Tapen, Pemerintah lebih memihak Pelaku Pelecehan Daripada Siswi Korban

Media Teropong Timur
Oleh -
0

BONDOWOSO - Permasalahan disiplin dan etika PNS khususnya di lingkup dunia pendidikan ternyata masih banyak terjadi. Jika beberapa waktu lalu viral kasus perselingkuhan dua oknum guru di SDN Sumberkalong 2 Wonosari, kali ada kasus indikasi pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum karyawan SMPN 1 Tapen kepada salah satu murid.

Kasus ini bermula dari ucapan tidak senonoh dari ZA kepada salah satu siswi (ANH) pada 13 Desember 2023. ZA menceritakan perihal mimpi berhubungan layaknya suami istri dengan ANH. Tentu saja ANH merasa risih, tak menanggapi omongan ZA. Tak berhenti dengan kata-kata yang tidak pantas itu, pada siang harinya ZA juga pernah mengelus tangan ANH di ruang kelas.

ANH lantas mengadukan kejadian ini kepada orang tuanya, salah satu PNS di lingkungan Pemkab Bondowoso. RS, orang tua ANH, lantas menempuh jalur prosedural dengan membuat pengaduan kepada Dinas Sosial P3AKB melalui bidang Perlindungan Perempuan dan Anak. RS juga membuat surat pengaduan kepada Bupati Bondowoso dengan tembusan kepada Inspektorat, BKPSDM dan Dinas Pendidikan.

Atas dasar pengaduan tersebut, Kepala Sekolah SMPN 1 Tapen, Nurhadi, S.Pd., M.Mpd, mengambil langkah dengan mengundang RS, ANH dan melakukan klarifikasi kepada ZA. Namun langkah klarifikasi ini dirasa belum memuaskan RS selaku orang tua korban. Dia tetap bersikukuh bahwa permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah atau damai saja. RS menyayangkan, jika pihak sekolah hanya berdalih menjaga nama baik sekolah, lalu harus mengorbankan putrinya sebagai korban pelecehan dan lebih memihak pada pelaku.

RS memikirkan faktor psikologis anaknya yang sebentar lagi akan menjalani ujian akhir. Trauma yang dialaminya membuat ANH tidak bisa berkonsentrasi. Selain itu ANH juga seperti ketakutan setiap bertemu dengan ZA di sekolah.
Pada tanggal 20 Desember 2023, ZA membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan yang mengarah pada pelecehan terhadap peserta didik, baik secara verbal maupun fisik. Surat pernyataan tersebut berkop surat Pemda Bondowoso Dinas Pendidikan UPTD SPF SMPN I Tapen, dan ditandatangi oleh ZA mengetahui KS SMPN I Tapen, Nurhadi.

Nurhadi juga sudah membuat Berita Acara Pemeriksaan Masalah Kesiswaan pada 21 Desember 2023, dan dalam BAP tersebut ZA membenarkan dan mengakui perbuatan tersebut termasuk mengakui pelecehan secara fisik mengelus tangan korban. Tetapi sampai berita ini diterbitkan, tidak ada sanksi disiplin kepada pelaku bahkan sekedar minta maaf kepada orang tua korban saja tidak ada.

Di akhir keluh kesahnya, RS selaku ayah korban kembali menekankan faktor psikologis anaknya yang harus menjadi pertimbangan pihak sekolah, mengingat sebentar lagi akan menjalani ujian akhir. Dia juga berharap agar pihak sekolah melakukan tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang kepada peserta didik yang lain.

Jumat 23 februari 2024 lalu, saat media mencoba konfirmasi kepada Kepala Dinsos P3AKB sekaligus Plh. Kadispendik, Anisatul Hamidah, menyatakan bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah dalam minggu ini. Begitu juga dengan Pj. Sekda Haeriah Julianti, namun tetap tidak ada tindak lanjut sesuai dengan yang dijanjikan.

Menanggapi permasalahan tersebut, aktivis LSM Teropong, H. Nawiryanto Winarno, SE., menyayangkan sikap Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pj. Sekda Bondowoso, Dinas Pendidikan, Dinsos P3AKB, dan Kepala Sekolan SMPN I Tapen. Menurutnya, sanksi yang tepat bagi ZA adalah memutasi ke unit kerja yang tidak bersinggungan dengan peserta didik khususnya perempuan. Pihak Inspektorat dan BKPSDM mungkin dapat mempertimbangkan hal ini sebagai saran kepada Bupati untuk menjatuhkan sanksi nantinya.

Lebih lanjut Nawiryanto Winarno juga melihat dari sisi pidananya. “Tindak kejahatan seksual berupa pelecehan verbal ini tentu tidak bisa dianggap sepele. Dalam UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pasal 5 disebutkan bahwa pelecehan verbal dan pelecehan nonfisik lainnya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta. Selanjutnya di pasal 15 dijelaskan bahwa pidana tersebut dpaat ditambah 1/3 jika dilakukan : 1. dalam lingkup keluarga; 2. Tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk penanganan, pelindungan dan pemulihan. ZA selaku tenaga kependidikan di SMPN 1 Tapen tentu masuk dalam kategori ini”.

Selain itu, lanjut Nawiryanto Winarno, patut dipertimbangkan pula tindakan yang perlu diambil terhadap Kepala Sekolah SMPN 1 Tapen, karena yang bersangkutan-lah yang memperlambat penanganan kasus ini. Seharusnya dia pro-aktif berkoordinasi dengan Inspektorat dan BKPSDM, alih-alih mengambil langkah sendiri yang justru tidak sesuai dengan regulasi.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)