OPINI - Mengutip pernyataan ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, "Jangan berpikir bahwa setiap orang yang sudah menerima penghargaan tidak akan melakukan korupsi, karena korupsi adalah pertemuan antara kekuasaan dan kesempatan serta minusnya integritas".
Penangkapan oknum jaksa di Kejari Bondowoso, menambah panjang deretan peristiwa korupsi di berbagai daerah. Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Lembaga Anti Rasuah menetapkan 2 oknum jaksa sebagai tersangka setelah mendapati ada transaksi penanganan perkara Kasus Dugaan Tipikor Pemkab Bondowoso sebesar Rp 225 juta dari nominal kesepakatan sebesar 750 juta.
Sejak 7 Februari 1996, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 11/1996 yang menetapkan tanggal 25 April sebagai Hari Otonomi Daerah. Tamatnya pemerintahan Orde Baru pada 1998 menjanjikan harapan bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan.
Dengan otonomi daerah yang dapat mengelola keuangan daerahnya sendiri, memang membuat banyak pihak tergiur. Seperti pemerintah daerah Kabupaten Bondowoso dalam APBD 2024 mematok 2,16 triliun anggaran deerah yang dapat dikelola sendiri oleh Kepala Daerah.
Banyaknya pembelajaran dan pemahaman antikorupsi sudah dilaksanakan oleh pemerintah pusat, tetapi buruknya pengawasan dan penegakan hukum di daerah membuat anggaran daerah rentan diselewengkan. Terutama di kota-kota kecil seperti Bondowoso yang jauh dari pusat pemerintahan.
Di banyak pemerintah daerah, Anggaran daerah malah menjadi bancakan korupsi kepala daerah dan kroninya. Mereka menganggap anggaran daerah adalah hak, sehingga dalam pengelolaannya bisa berbuat apa saja.
Kondisi ini diperburuk dengan minimnya pengetahuan kepala deerah dalam mengelola anggaran serta minimnya pengetahuan dan ketegasan legislatif dalam melaksanakan fungsi budgeting dan controlling anggaran daerah.
Tak heran dalam pelaksanaan anggaran, banyak kepala daerah yang melanggar mekanisme dan pedoman yang dibuat dalam mengelola dana tersebut. Dalam banyak kasus di daerah, sering kali tak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana tersebut. Padahal beragam pelatihan pengelolaan anggaran ini telah dilakukan, namun terbukti tidak efektif.
Partisipasi masyarakat untuk mengawasi pengelolaan anggaran juga tak maksimal. Pengelolaan anggaran banyak dilakukan tidak transparan. Masyarakat umum jarang dilibatkan karena banyak kepala daerah beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menutup-nutupi pengelolaannya, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.
Pemerintah pusat telah memberikan rambu-rabu lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan dan segudang Peraturan lainnya. Rambu-rambu ini meliputi seluruh kegiatan, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Tetapi banyaknya peraturan yang dijadikan rambu-rambu untuk pengelolaan anggaran, tidak membuat korupsi anggaran itu sirna, bahkan semakin banyak celah untuk melakukan korupsi.
Semua itu merupakan tanggung jawab kepala daerah untuk meningkatkan kesejahteraan warga di daerah masing-masing. Pemerintah daerah termasuk para anggota legislatif, perlu lebih memperhatikan hal ini. Terutama untuk mencegah agar tak ada kepala daerah untuk tidak korupsi anggaran.
Dan yang terpenting, para pejabat, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif, juga harus bersikap jujur dan tidak korup. Bukan tak mungkin praktik-praktik korupsi di daerah meniru praktik sejenis yang dilakukan oleh pejabat-pejabat di pusat, apalagi ditambah lemahnya penegakan hukum didaerah.