Banyuwangi,www.mediateropongtimur.co.id
Meski regulasi dengan tegas melarang pembangunan di badan maupun sempadan sungai, faktanya masih ditemukan pelanggaran terbuka. Salah satunya terjadi di Desa Parijatah Wetan, Kecamatan Srono, Banyuwangi. Sebuah bangunan milik warga berinisial GM berdiri di atas aliran sungai yang masuk wilayah koordinasi pengairan setempat.
Bangunan tersebut mendapat sorotan karena diduga melanggar aturan tata ruang dan lingkungan hidup. Ironisnya, meski pihak desa sudah memberikan peringatan sejak awal, bangunan tetap berdiri dan kini sudah dilengkapi plengsengan yang memperkuat struktur di atas sungai.
Kepala Dusun Parirejo, Angga Setiawan, saat dikonfirmasi melalui sambungan WhatsApp pada Senin malam (28/7/2025), membenarkan keberadaan bangunan tersebut.
“Bangunan itu milik GM. Saat awal membangun, sudah saya ingatkan bahwa ada aturan sempadan sungai. Saat itu belum ada plengsengan. Sekarang sudah ada. Kalau tidak salah, waktu itu juga ada petugas Damrais dan orang kantor yang datang ke lokasi,” ujar Angga.
Sementara itu, Joko, Koordinator Air Wilayah Srono, yang seharusnya memiliki otoritas teknis dalam pengawasan wilayah pengairan, belum memberikan keterangan meskipun telah dikonfirmasi sejak awal pekan ini.
Menanggapi kasus ini, Ketua Rumah Advokasi Kebangsaan Banyuwangi, Hakim Said, S.H., menegaskan bahwa pembangunan di atas badan sungai adalah bentuk pelanggaran serius yang berpotensi pidana.
“Bangunan itu jelas melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf h UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni larangan melakukan perbuatan yang mengganggu fungsi sempadan sungai. Selain itu, juga melanggar Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai dan Perda Kabupaten Banyuwangi No. 8 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),” tegas Hakim.
Ia menambahkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenai ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 109 UU Lingkungan Hidup, dengan ancaman penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp3 miliar.
“Jika terbukti ada pembiaran dari aparatur yang memiliki kewenangan, maka bisa dijerat juga dengan Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat. Ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tapi juga bisa masuk ke ranah pidana jabatan,” tandasnya.
Rumah Advokasi Kebangsaan juga mendesak agar instansi terkait, mulai dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup, hingga Satpol PP, segera mengambil langkah hukum dan teknis untuk menghentikan aktivitas ilegal tersebut serta memulihkan fungsi sungai.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada penindakan konkret dari aparat penegak perda maupun penegak hukum.
By: M. Hakim Said,SH